ernah dengar I-Doser? Ya! I-Doser
adalah Aplikasi pemutaran musik yang menggunakan Level nama-nama Narkotika
seperti, Mariyuana, Ganja, Shabu dst. I-Doser tersebut membuat Heboh Masyarakat
karna dapat membuat penggunanya berhalusinasi. Di Indonesia sendiri baru saja
membuat kehebohan, di Luar Negeri kasus I-Doser sudah di ambil tindakan tegas
seperti contohnya pemerintah Amerika Serikat Melarang sejumlah sekolah-sekolah
Penggunaan I-Pod dan Smartphone ke
Apliasi dan Situs-Situs I-Doser. Dan di Indonesia sendiri masih di selidiki oleh
Badan Narkotika Nasional lantara masih ada sedikit bukti ilmiah yang mendukung
klaim efek seperti narkotika melalui penggunaan ketukan suara binaural. Suara
binaural merupakan dua nada yang mengalun dalam frekuensi nada di bawah 1,00
Hz. Ditemukan pada tahun 1839 oleh Heninrich Wilhelm Dove, dia menggunakan
untuk relaksasi, meditasi dan kreativitas. Entah bagaimana, di situs YouTube
diperlihatkan beberapa efek dari aplikasi I-Doser. Caranya hampir sama, suara
atau nada yang ditawarkan didengarkan dalam posisi tidur atau rileks dengan
mata terpejam dan tertutup kain. Setelah itu, pendengar seperti mengalami
gerakan yang aneh, bahkan tertawa sendiri. Paul Dillon, pendiri Drug and Alcohol Research and Training Australia
mengatakan tidak ada efek seperti penyalahgunaan obat terlalu dalam dari isi
audio yang ditawarkan I-Doser. Dia percaya itu hanya sugesti semata. Dia justru
khawatir dapat merembet seperti budaya obat terlarang, yakni orang rela
membuang uang dengan cepat untuk menggunakannya. Apalagi paling menyedihkan
karena menargetkan kelompok yang paling rentan, anak muda yang ingin terlihat
keren untuk melakukannya. Memang, dalam situs juga menawarkan pelanggannya
kesempatan untuk menjadi 'dealer dosis' dengan menjual audio tersebut ke
lingkungan temannya. Menurut seorang neuroscientist di McGill University di
Montreal, Daniel Levitin membantah hal tersebut. "Tidak ada audio binaural
yang berefek seperti obat terlarang," katanya. Sama seperti sistem saraf
kita yang dipengaruhi dengan melihat matahari terbenam atau anak anjing, Dr
Levitin mengatakan otak kita terus-menerus berinteraksi dengan lingkungan
eksternal kita.